NTB mendapatkan kado special dari seorang putra terbaiknya Sandi Amaq Rinjani. Laki-laki muda asal Desa Rensing Lombok Timur, bernama asli Muhammad Nursandi ini menggebrak publik Indonesia dengan film bertema lokal Perempuan Sasak Terakhir (PRT).
Dalam film tersebut, Sandi yang mengenyam pendidikan seni di dua Universitas Seni Ternama Indonesia yakni Institut Seni Indonesia (ISI Yogyakarta) dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini memotret isu-isu perempuan sasak seperti kekerasan yang dialami TKW, akses kesehatan ibu hingga benturan budaya lokal dengan globalisasi saat ini.
Film PST ini dibagi dalam tiga alur cerita yang bermuara pada sebuah perkampungan adat masyarakat Sasak, Lombok, NTB tepatnya di Desa Sembalun, Lereng Gunung Rinjani.
Dalam cuplikan cerita yang dapat anda baca di Official Site Film PST dikisahkan, seorang laki-laki bernama Ryan alias Sasak Adi (Edwin Sukmono) lahir di Lombok, namun karena ibunya meninggal saat melahirkannya maka ia, sedari kecil diasuh pamannya di Jakarta. Namun krisis ekonomi yang dialami sang paman akhirnya membuat Ryan terpaksa harus pulang kampong halaman, dan terpaksa hidup di Lombok bersama Ayahnya.
Kehidupan baru Ryan di Lombokpun dimulai, namun kehidupan di kota metropolitan Jakarta yang hedonis telah membentuk watak Ryan dengan budaya popular dan merasa asing dengan tradisinya sendiri, Sasak.
Karena itulah, Amaq Adi (Ayah Ryan) mencari cara menanamkan budaya Sasak pada anaknya. Iapun memutuskan untuk mengajak Ryan berkeliling pulau, mengunjungi setiap jengkal sejarah suku sasak, dan menceritakannya secara edukatif dan filosofis.
Konflik terjadi ketika Sang Ayah dan Sang Anak tengah dalam perjalanan. Ryan yang terbiasa dengan kehidupan kota dam selalu berfikir instan menentang sikap ayahnya yang tak henti-henti bertutur kearifan local dan nilai-nilai tekun kebudayaan sasak. Namun konflik diakhiri dengan penyatuan persepsi. Ryan mencoba memahami warisan budaya tanah leluhurnya dan ayah memahami Ryan sebagai generasi Sasak yang terlahir dari rahim masyarakat modern.
Dalam beberapa wawancaranya, salah satunya di Metro TV, Sandi mengatakan , Film PST ini yang jauh dari genre utama film-film komersial Indonesia yang cenderung menjual horor dan sensualitas. Sebaliknya, film ini berbau filosofis dan berupaya membangunkan kesadaran bangsa Indonesia untuk mengingat dan menelaah kembali tradisi dan budaya Nusantara Salah satunya Sasak.
“Setidaknya kita mulai dari hal yang kita bisa. Kami ingin menceritakan kembali tentang sejarah dan budaya serta kronik persoalannya melalui cerita keseharian masyarakat Sasak di Lombok” Ujar Sandi.
Film ini diputar perdana di Blitz Megaplex, Jakarta pada 28 Juni 2012 lalu ini menampikan aktris dan actor baru perfilman nasional yakni Edwin Sukmono, Aufa Asfarina Febrianggie, Azhar Zaini dan lainnya.
“Semoga film bermanfaat dan tentunya diterima masyarakat,’’ imbuhnya.[AJ-TabayyuNews]