Pertama-tama saya mengapresiasi sebesar-besarnya langkah Ombusman NTB yang akan melakukan investigasi bocornya jawaban soal SMP/MTs seperti diberitakan Lombok Psot Rabu (7/5) Kemarin.
Saya juga bangga atas keberanian Ombusman NTB membongkar tindakan curang yang berlangsung setiap tahun dan sesungguhnya telah mentradisi di lembaga pendidikan di NTB. “Berani” karena saya yakin, sebelumnya, Ombusman dan lembaga pendidikan lainnya pasti tau rahasia ini. Bukan-apa-apa, ini rahasia umum, namanya saja rahasia umum, semua orang sudah tau.
Saya ingin cerita sedikit, baru lalu ketika ujian Nasional SMA/SMK/Aliyah, kejadian yang sama juga saya alami. Sebagai guru produktif di salah satu sekolah swasta di Lombok Tengah, saya terus terang merasa di kadalin aksi curang para guru yang memberikan jawaban kepada siswa-siswinya ini. Karena juga termasuk kepala sekolah saya yang melakukan hal yang sama, saya akhirnya merasa sia-sia mengajari anak-anak pelajaran produktif ini. Boleh dikata, mereka babak belur les dan trayout sejak 3 bulan sebelum UAN eh akhirnya mentok di kertas contekan kecil itu.
Dari 20 Paket yang dibuat Panitia Ujian Nasional, maka beredar 20 paket jawaban yang semuanya saya perhatikan benar. Anehnya, jawaban tersebut begitu rapi di ketik kecil-kecil, siap jadi contekan dan diedarkan ke siswa pagi-pagi sekali bahkan sebelum soal tersebut sampai ke sekolah. Darimana mereka dapatkan jawaban itu? entahlah!.
Prestises Politik
Pasca Ujian Nasional tahun 2013 lalu, saya mengikuti pelatihan implementasi kurikulum 2013 oleh Dinas Pendidikan dan olahraga Lombok Tengah di praya. Saat itu, saya terkaget-kaget, sekolah-sekolah SMA/ SMK dan MA di Lombok Tengah menempati rangking kelulusan yang luarbiasa besarnya, 99 persen. Bahkan ada sekolah swasta yang saya tau persis keadaan sekolahnya baik dari segi sumberdaya guru dan saranannya seadanya bisa meluluskan siswanya hingga 100 persen.
Barangkali bagi sebagian kepala sekolah dan pemegang kebijakan di lingkup dikpora bisa tersenyum bangga dengan hasil itu. Tetapi bagi guru seperti saya, tentu saja ini menyakitkan, bahkan seorang guru disamping saya terbahak-bahak bukan karena senang tetapi sedih karena ia tau muridnya gak mungkin bisa jawab sehebat itu.
Benar yang diungkapkan ombusman, kelulusan 100 persen di UN adalah prestise sekolah dan lembaga pemegang kabijakan di Dinas Dikpora. Ini semacam pretise politis yang kemudian nanti diapresiasi dengan naiknya jabatan, atau diberikan proyek yang banyak dari pemerintah pusat. Bahkan boleh jadi, ketika NTB disebut sebagai provinsi dengan tingkat kelulusan tertinggi, juga akan berbangga. Dan saya gak ikhlas rasanya berbangga di atas kebohongan belaka.
Saya dukung langkah Ombusman NTB membongkar kecurangan UN ini. Tak perlu sembunyi-sembunyi, sebut saja, sekolah mana, nama kepala sekolahnya siapa?. Laporkan ke polisi tapi tolong jamin mereka tidak dihukum seperti teroris karena mereka korban sistemik pendidikan nasional yang acak adut ini.[]
Penulis: Ahmad Jumaili, Pendidik dan Pegiat Kampung Media At Tabayyun Janapria Lombok Tengah
Saya juga bangga atas keberanian Ombusman NTB membongkar tindakan curang yang berlangsung setiap tahun dan sesungguhnya telah mentradisi di lembaga pendidikan di NTB. “Berani” karena saya yakin, sebelumnya, Ombusman dan lembaga pendidikan lainnya pasti tau rahasia ini. Bukan-apa-apa, ini rahasia umum, namanya saja rahasia umum, semua orang sudah tau.
Saya ingin cerita sedikit, baru lalu ketika ujian Nasional SMA/SMK/Aliyah, kejadian yang sama juga saya alami. Sebagai guru produktif di salah satu sekolah swasta di Lombok Tengah, saya terus terang merasa di kadalin aksi curang para guru yang memberikan jawaban kepada siswa-siswinya ini. Karena juga termasuk kepala sekolah saya yang melakukan hal yang sama, saya akhirnya merasa sia-sia mengajari anak-anak pelajaran produktif ini. Boleh dikata, mereka babak belur les dan trayout sejak 3 bulan sebelum UAN eh akhirnya mentok di kertas contekan kecil itu.
Dari 20 Paket yang dibuat Panitia Ujian Nasional, maka beredar 20 paket jawaban yang semuanya saya perhatikan benar. Anehnya, jawaban tersebut begitu rapi di ketik kecil-kecil, siap jadi contekan dan diedarkan ke siswa pagi-pagi sekali bahkan sebelum soal tersebut sampai ke sekolah. Darimana mereka dapatkan jawaban itu? entahlah!.
Prestises Politik
Pasca Ujian Nasional tahun 2013 lalu, saya mengikuti pelatihan implementasi kurikulum 2013 oleh Dinas Pendidikan dan olahraga Lombok Tengah di praya. Saat itu, saya terkaget-kaget, sekolah-sekolah SMA/ SMK dan MA di Lombok Tengah menempati rangking kelulusan yang luarbiasa besarnya, 99 persen. Bahkan ada sekolah swasta yang saya tau persis keadaan sekolahnya baik dari segi sumberdaya guru dan saranannya seadanya bisa meluluskan siswanya hingga 100 persen.
Barangkali bagi sebagian kepala sekolah dan pemegang kebijakan di lingkup dikpora bisa tersenyum bangga dengan hasil itu. Tetapi bagi guru seperti saya, tentu saja ini menyakitkan, bahkan seorang guru disamping saya terbahak-bahak bukan karena senang tetapi sedih karena ia tau muridnya gak mungkin bisa jawab sehebat itu.
Benar yang diungkapkan ombusman, kelulusan 100 persen di UN adalah prestise sekolah dan lembaga pemegang kabijakan di Dinas Dikpora. Ini semacam pretise politis yang kemudian nanti diapresiasi dengan naiknya jabatan, atau diberikan proyek yang banyak dari pemerintah pusat. Bahkan boleh jadi, ketika NTB disebut sebagai provinsi dengan tingkat kelulusan tertinggi, juga akan berbangga. Dan saya gak ikhlas rasanya berbangga di atas kebohongan belaka.
Saya dukung langkah Ombusman NTB membongkar kecurangan UN ini. Tak perlu sembunyi-sembunyi, sebut saja, sekolah mana, nama kepala sekolahnya siapa?. Laporkan ke polisi tapi tolong jamin mereka tidak dihukum seperti teroris karena mereka korban sistemik pendidikan nasional yang acak adut ini.[]
Penulis: Ahmad Jumaili, Pendidik dan Pegiat Kampung Media At Tabayyun Janapria Lombok Tengah