"Gubernur Jateng Ganjar Pranowo adalah satu dari sekian kepala daerah yang rajin menyapa dan melayani keluhan warganya lewat media sosial. Ganjar sebisa mungkin langsung menjawab berbagai macam pertanyaan, bahkan kritik. Terjadi dialog, tidak monolog. Akunnya sepertinya tidak pakai admin" Demikian tulis Rasinah Abdul Igit dalam statusnya di Facebook.
Pendapat Rasinah Abdul Igit ini benar adanya. Coba saja perhatikan twitter @GanjarPranowo, nyaris semenit sekali akun itu terupdate, macem-macem isinya, mulai dari hal yang reme-temeh sampai hal-hal serius. Dan sekadar meneruskan informasi dari Ganjar Pranowo, akun tersebut ia kelola sendiri dari gadgetnya sendiri bukan dikelola tim.
Saat pertemuan kampung media dengannya baru lalu, gubernur yang akrab disapa Mas Ganjar ini mengatakan, ini merupakan strategi mempercepat akses pelayanan publik di Masyarakat.
Kreatifitasnya menggunakan sosial media ini menjadi sangat bermanfaat ketika nyaris segala tetek bengek masalah, baik yang sifatnya keluhan, pertanyaan atau tanggapan warganya atas pelayanan publik dapat dengan mudah diselesaikan via twitter.
Dikatakannya, budaya birokrasi di Indonesia yang doyan rumit, berbelit-belit bahkan dianggap menyulitkan bagi sebagian besar warga, menyebabkan kinerja birokrasi tidak efektif dan efisien. Karena itulah, ia berinovasi dengan memangkas jalur komunikasi dan rakyat bisa berinteraksi langsung dengannya tanpa harus ribet mengetuk pintu kantor Instansi.
Yang dilakukan berikutnya, Ganjar men-Set Up seluruh jajarannya agar memiliki akun twitter sesuai instansinya. Sehingga ketika ada warga yang mencolek dirinya dengan pertanyaan, klarifikasi atau sekadar menyatakan pendapat, Ganjar hanya butuh beberapa detik untuk me-mention instansi terkait agar mengomentarinya atau segera menyelesaikan masalahnya.
Ganjar bercerita, ribuan bahkan jutaan kasus sudah berhasil diatasinya lewat twitter. Salah satu kasus, pernah ia dimention seorang warga yang memberikan info tentabg seorang ibu yang kangker payudara namun tak ada biaya untuk berobat. Seketika itu, ia langsung meneruskan twit tersebut ke dinas kesehatan dan berbagai instansi terkait. Tidak sampai 45 menit, ibu tersebut telah berhasil dilayani pihak rumah sakit karena rumah sakitnya juga punya akun twitter yang kena mention.
Diakui Ganjar, memang tidak semua masalah bisa diatasi melalui twitter seperti ini, tetapi mayoritas persoalan-persoalan pelayanan publik di Jawa Tengah ternyata dengan mudah dapat dikomunikasikan terlebih dulu oleh warganya dan membantunya mendapatkan solusi secara cepat.
Media sosial telah membuat jarak antara pemimpin dengan rakyatnya menjadi sangat tipis. Semua laporan terkait apapun bisa dikomunikasika secara real time.
Kita Butuh Ganjar Di NTB
Sadar tidak sadar, sebetulnya kita masyarakat terdidik di NTB juga tengah merindukan sosok pemimpin yang berani berkomunikasi via sosial media dengan warganya seperti ini. Kebutuhan ini mendesak, sebab ternyata, ruang komunikasi warga dengan pemerintahnya saat ini kian sempit. Bayangkan saja, untuk dapat berkomunikasi dengan kepala urusan administrasi di sebuah SKPD saja acapkali rumitnya Masya Allah, berbelit-belit bahkan tak jarang kita disuruh menghadap sana-sini, atau bahasa kasarnya dilempar sana-sini.
Apalagi jika anda punya keluh kesah yang ingin disampaikan ke Bupati atau Gubernur, wah di NTB ini tanggalkan keinginan itu. Bertemu saja susah apalagi anda mau berkeluh kesah.
Di NTB sepertinya, cara berkomunikasi seperti yang dilakukan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo masih belum dianggap sesuatu yang penting. Ada seorang pejabat bahkan pernah bertanya balik, ada berapa sih warga NTB yang pake Sosial Media? Ternyata ia tersinggung kare a dirinya tidak memiliki akun satupun di media sosial.
Saya teringat sekitar dua tahun lalu ketika Kampung Media mengadakan Buka Bersama dengan Tuan Guru Bajang di Pendopo Gubernur. Saat itu, dengan semangat yang sama, TGB memerintahkan seluruh SKPD membuat akun di Web Kampung Media ini, dengan harapan, persoalan pelayanan publik semakin baik terlayani. Tapi ternyata respons-nya sangat buruk. Perintah TGB itu tidak pernah diindahkan. Apalagi memiliki akun di media sosial? Wah bermimpi sepertinya.
Tampaknya, memanfaatkan media sosial oleh pejabat-pejabat kita di NTB hanya dibutuhkan ketika jelang-jelang pilkada saja. Tengok saja, jika sudah mau mulai pilkada, dari Calon Gubernur sampai calon kepala desa buru-buru bikin akun dan sangat rajin menanggapi apapun yang di komunikasikan warga. Bahkan kadang-kadang tampak narsisnya ketika akun tersebut begitu atraktif dan sensitif.
Maaf-maaf saja, saya contohkan akun @zainulmajedi di twitter. Dulu jelang-jelang pilkada aktifnya bukan main. Bahkan hampir semua mention dijawab dengan sangat teliti dan rapi. Tapi sekarang, coba mention akun itu. Jangan harap ditanggapi, boro-boro anda dikasi solusi. Begitu halnya dengan dengan akun-akun pejabat lain. Insya Allah sama persis.
Dus, kita hanya akan mecak-melet saja menyaksikan apa yang bisa dilakukan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah untuk bisa ditiru pejabat-pejabat kita di Daerah ini. Padahal seperti kata Umar Bin Abdul Azis, Sayyidul Qoum Khadimuhu, seorang pemimpin itu adalah pelayan buat rakyatnya.
Balik ke pertemuan Kampung Media medio Agustus itu, Ganjar mengatakan, jika pemimpin benar-benar mau melayani rakyatnya, maka waktu 24 jam tentu tidak akan cukup. Maka harus ada ruang untuk melayani warga lebih dari itu melalui cara-cara sederhana yang bermanfaat, salah satunya aktif di twitter. []
Pendapat Rasinah Abdul Igit ini benar adanya. Coba saja perhatikan twitter @GanjarPranowo, nyaris semenit sekali akun itu terupdate, macem-macem isinya, mulai dari hal yang reme-temeh sampai hal-hal serius. Dan sekadar meneruskan informasi dari Ganjar Pranowo, akun tersebut ia kelola sendiri dari gadgetnya sendiri bukan dikelola tim.
Saat pertemuan kampung media dengannya baru lalu, gubernur yang akrab disapa Mas Ganjar ini mengatakan, ini merupakan strategi mempercepat akses pelayanan publik di Masyarakat.
Kreatifitasnya menggunakan sosial media ini menjadi sangat bermanfaat ketika nyaris segala tetek bengek masalah, baik yang sifatnya keluhan, pertanyaan atau tanggapan warganya atas pelayanan publik dapat dengan mudah diselesaikan via twitter.
Dikatakannya, budaya birokrasi di Indonesia yang doyan rumit, berbelit-belit bahkan dianggap menyulitkan bagi sebagian besar warga, menyebabkan kinerja birokrasi tidak efektif dan efisien. Karena itulah, ia berinovasi dengan memangkas jalur komunikasi dan rakyat bisa berinteraksi langsung dengannya tanpa harus ribet mengetuk pintu kantor Instansi.
Yang dilakukan berikutnya, Ganjar men-Set Up seluruh jajarannya agar memiliki akun twitter sesuai instansinya. Sehingga ketika ada warga yang mencolek dirinya dengan pertanyaan, klarifikasi atau sekadar menyatakan pendapat, Ganjar hanya butuh beberapa detik untuk me-mention instansi terkait agar mengomentarinya atau segera menyelesaikan masalahnya.
Ganjar bercerita, ribuan bahkan jutaan kasus sudah berhasil diatasinya lewat twitter. Salah satu kasus, pernah ia dimention seorang warga yang memberikan info tentabg seorang ibu yang kangker payudara namun tak ada biaya untuk berobat. Seketika itu, ia langsung meneruskan twit tersebut ke dinas kesehatan dan berbagai instansi terkait. Tidak sampai 45 menit, ibu tersebut telah berhasil dilayani pihak rumah sakit karena rumah sakitnya juga punya akun twitter yang kena mention.
Diakui Ganjar, memang tidak semua masalah bisa diatasi melalui twitter seperti ini, tetapi mayoritas persoalan-persoalan pelayanan publik di Jawa Tengah ternyata dengan mudah dapat dikomunikasikan terlebih dulu oleh warganya dan membantunya mendapatkan solusi secara cepat.
Media sosial telah membuat jarak antara pemimpin dengan rakyatnya menjadi sangat tipis. Semua laporan terkait apapun bisa dikomunikasika secara real time.
Kita Butuh Ganjar Di NTB
Sadar tidak sadar, sebetulnya kita masyarakat terdidik di NTB juga tengah merindukan sosok pemimpin yang berani berkomunikasi via sosial media dengan warganya seperti ini. Kebutuhan ini mendesak, sebab ternyata, ruang komunikasi warga dengan pemerintahnya saat ini kian sempit. Bayangkan saja, untuk dapat berkomunikasi dengan kepala urusan administrasi di sebuah SKPD saja acapkali rumitnya Masya Allah, berbelit-belit bahkan tak jarang kita disuruh menghadap sana-sini, atau bahasa kasarnya dilempar sana-sini.
Apalagi jika anda punya keluh kesah yang ingin disampaikan ke Bupati atau Gubernur, wah di NTB ini tanggalkan keinginan itu. Bertemu saja susah apalagi anda mau berkeluh kesah.
Di NTB sepertinya, cara berkomunikasi seperti yang dilakukan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo masih belum dianggap sesuatu yang penting. Ada seorang pejabat bahkan pernah bertanya balik, ada berapa sih warga NTB yang pake Sosial Media? Ternyata ia tersinggung kare a dirinya tidak memiliki akun satupun di media sosial.
Saya teringat sekitar dua tahun lalu ketika Kampung Media mengadakan Buka Bersama dengan Tuan Guru Bajang di Pendopo Gubernur. Saat itu, dengan semangat yang sama, TGB memerintahkan seluruh SKPD membuat akun di Web Kampung Media ini, dengan harapan, persoalan pelayanan publik semakin baik terlayani. Tapi ternyata respons-nya sangat buruk. Perintah TGB itu tidak pernah diindahkan. Apalagi memiliki akun di media sosial? Wah bermimpi sepertinya.
Tampaknya, memanfaatkan media sosial oleh pejabat-pejabat kita di NTB hanya dibutuhkan ketika jelang-jelang pilkada saja. Tengok saja, jika sudah mau mulai pilkada, dari Calon Gubernur sampai calon kepala desa buru-buru bikin akun dan sangat rajin menanggapi apapun yang di komunikasikan warga. Bahkan kadang-kadang tampak narsisnya ketika akun tersebut begitu atraktif dan sensitif.
Maaf-maaf saja, saya contohkan akun @zainulmajedi di twitter. Dulu jelang-jelang pilkada aktifnya bukan main. Bahkan hampir semua mention dijawab dengan sangat teliti dan rapi. Tapi sekarang, coba mention akun itu. Jangan harap ditanggapi, boro-boro anda dikasi solusi. Begitu halnya dengan dengan akun-akun pejabat lain. Insya Allah sama persis.
Dus, kita hanya akan mecak-melet saja menyaksikan apa yang bisa dilakukan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah untuk bisa ditiru pejabat-pejabat kita di Daerah ini. Padahal seperti kata Umar Bin Abdul Azis, Sayyidul Qoum Khadimuhu, seorang pemimpin itu adalah pelayan buat rakyatnya.
Balik ke pertemuan Kampung Media medio Agustus itu, Ganjar mengatakan, jika pemimpin benar-benar mau melayani rakyatnya, maka waktu 24 jam tentu tidak akan cukup. Maka harus ada ruang untuk melayani warga lebih dari itu melalui cara-cara sederhana yang bermanfaat, salah satunya aktif di twitter. []