Libur semesteran akhir tahun 2016, aku kedatangan dua keponakan dari luar kota. Yang satu masih kecil, masih SD, satunya lagi udah setingkat SMP, mondok di salah satu pesantren di Jogjakarta.
“Anung” kata keponakanku yang mondok itu mencoba membuka pembicaraan dengan anak lanangku, sahabatnya. “Tahu gak kamu, di TV kemarin ada seorang duta besar di tembak di Turki? Tahu gak kamu ternyata duta besar itu adalah seorang pendeta Kristen yang kedatangannya ke Turki itu akan menjajah negara Islam, Turki?”
“Aneh!” kata Anung sambil menoleh ke dia keheranan tidak percaya.
“Iya betul, temen-temen di pondok juga pada bilang begitu!” si ponakan menimpali jawaban dengan cepat-cepat. “Jadi ya pantas saja kalau penjajah itu ya pantasnya ya ditembak, biar mati!”
“Halo-halo-haloo jagoanku semua” kataku sambil lihat mereka lewat spion di atas dashboard. “Yang kamu dengar itu adalah berita bohong, itu tidak benar.
Kejadiannya tidak seperti itu, kalian telah dirugikan. Kalian telah dimanfaatkan". Untung saja ponakanku bercerita tentang hal ini kepada pakde, jadi aku bisa menjelaskan sesungguh yang terjadi di sana.
Para sedulur semua yang aku sayangi.
[menghela nafas]
Kebetulan ini bertepatan dengan peringati Hari Pers Nasional. Jatuh bangunnya sebuah bangsa.., bangkit atau terpuruk tidak lagi secara dominan ditentukan oleh sebuah kekuatan, sebuah paham atau sebuah kelemahan tetapi ditentukan oleh sebuah berita, berita palsu. Palsu dan menyesatkan.
Dari kasus yang menimpa keponakanku di atas, memprihatikan sekali rasanya juga kondisinya.
Macam apa orang itu yang telah tega menyuapi kebohongan, anak-anak itu polos dan sedang butuh ilmu serta kesempatan belajar sebagai bekal untuk kehidupannya kelak. Kabar hoax tidak saja telah memprovokasi tetapi juga membenturkan..!
Tidak (akan pernah) ada barokahnya di sana..! Justru kerugian. Sesungguhnya kerugian sudah dimulai sejak berkabar bohong dan membentuk efek bola salju.
Merugi jangan ajak-ajak.
Apalagi ke anak-anak.
Bagaimana kita bisa diam ketika mendengar anak-anak hanyut dalam pemikiran yang sesat padahal itu menyangkut nyawa orang lain? Kita tidak akan diam mengetahui anak-anak bercerita tentang pembunuhan seringan cerita sebuah dongeng - seringan cerita terbunuhnya tokoh antagonis pewayangan, tidak perlu ada yang jadi pikiran, bebas tanpa beban?
Selamat Hari Pers Nasional, 9 Februari, selamat berkarya, karya yang dapat dibertanggungjawabkan di sini – dan di "sono".
Oleh: Mas Jiwo Pogog
Motivator dan Praktisi Desa Wisata
Foto ilustrasi : si Anung, tas punggung merah, sedang "mogog" bepergian ke desa Pogog berpetualang bersama sahabat lainnya, Revan.
“Anung” kata keponakanku yang mondok itu mencoba membuka pembicaraan dengan anak lanangku, sahabatnya. “Tahu gak kamu, di TV kemarin ada seorang duta besar di tembak di Turki? Tahu gak kamu ternyata duta besar itu adalah seorang pendeta Kristen yang kedatangannya ke Turki itu akan menjajah negara Islam, Turki?”
“Aneh!” kata Anung sambil menoleh ke dia keheranan tidak percaya.
“Iya betul, temen-temen di pondok juga pada bilang begitu!” si ponakan menimpali jawaban dengan cepat-cepat. “Jadi ya pantas saja kalau penjajah itu ya pantasnya ya ditembak, biar mati!”
“Halo-halo-haloo jagoanku semua” kataku sambil lihat mereka lewat spion di atas dashboard. “Yang kamu dengar itu adalah berita bohong, itu tidak benar.
Kejadiannya tidak seperti itu, kalian telah dirugikan. Kalian telah dimanfaatkan". Untung saja ponakanku bercerita tentang hal ini kepada pakde, jadi aku bisa menjelaskan sesungguh yang terjadi di sana.
Para sedulur semua yang aku sayangi.
[menghela nafas]
Kebetulan ini bertepatan dengan peringati Hari Pers Nasional. Jatuh bangunnya sebuah bangsa.., bangkit atau terpuruk tidak lagi secara dominan ditentukan oleh sebuah kekuatan, sebuah paham atau sebuah kelemahan tetapi ditentukan oleh sebuah berita, berita palsu. Palsu dan menyesatkan.
Dari kasus yang menimpa keponakanku di atas, memprihatikan sekali rasanya juga kondisinya.
Macam apa orang itu yang telah tega menyuapi kebohongan, anak-anak itu polos dan sedang butuh ilmu serta kesempatan belajar sebagai bekal untuk kehidupannya kelak. Kabar hoax tidak saja telah memprovokasi tetapi juga membenturkan..!
Tidak (akan pernah) ada barokahnya di sana..! Justru kerugian. Sesungguhnya kerugian sudah dimulai sejak berkabar bohong dan membentuk efek bola salju.
Merugi jangan ajak-ajak.
Apalagi ke anak-anak.
Bagaimana kita bisa diam ketika mendengar anak-anak hanyut dalam pemikiran yang sesat padahal itu menyangkut nyawa orang lain? Kita tidak akan diam mengetahui anak-anak bercerita tentang pembunuhan seringan cerita sebuah dongeng - seringan cerita terbunuhnya tokoh antagonis pewayangan, tidak perlu ada yang jadi pikiran, bebas tanpa beban?
Selamat Hari Pers Nasional, 9 Februari, selamat berkarya, karya yang dapat dibertanggungjawabkan di sini – dan di "sono".
Oleh: Mas Jiwo Pogog
Motivator dan Praktisi Desa Wisata
Foto ilustrasi : si Anung, tas punggung merah, sedang "mogog" bepergian ke desa Pogog berpetualang bersama sahabat lainnya, Revan.