Walau agenda pemilihan kepala desa ( Pilkades ) Durian akan berlangsung empat bulan lagi, namun aroma politik pilkades ini sudah santer terasa. Dua bakal Calon, masing-masing H. Abdul Karim dan H. L. Wirame bahkan pekan lalu secara bergiliran mengumpulkan warga sebanyak-banyaknya untuk sosialisasi diri.
H. Abdul Karim yang mengadakan pertemuan di Yayasan Pondok Pesantren Sirajul Huda Paok Dandak mengajak masyarakat untuk melaksanakan pemilihan kepala desa secara damai. Ia juga menyampaikan visi-misinya, akan memberdayakan petani yang jumlahnya 90 persen di desa durian. Selain petani, ia juga berjani akan mempotensikan pemuda yang saat ini banyak menganggur di desa Durian.
Senada dengan H. Karim, H. L. Wirame yang mengundang warga di rumahnya di dusun Bangka Desa Durian mengatakan akan berupaya mensejahterakan petani dan buruh di desa durian. Menurutnya, karena mayoritas masyarakat durian adalah petani, maka yang harus disejahterakan terlebih dahulu adalah para petani.
Sementara itu, satu bakal calon yang lain, Sudarman, SP. Belum menampakkan langkah-langkah politiknya.
Ditemui di rumahnya, Sudarman mengatakan, dirinya tak memiliki uang untuk mengadakan pertemuan-pertemuan besar seperti dua saingannya.
“Saya cukup jalan dari rumah ke rumah saja” katanya.
Isu Politik Uang
Mengiringi wacana pilkades desa durian, Isu politik uang juga mulai mencuat ke permukaan. Hal ini dikarenakan, beberapa waktu lalu, dua calon masing-masing H.L Wirame dan H. Abdul karim membagi-bagikan uang kepada ratusan warga yang datang.
Menanggapi hal tersebut, salah seorang pemuda desa durian Ahmad Jumaili mengatakan, adanya bagi-bagi uang tersebut memang secara tidak langsung mengindikasikan adanya politik uang. Walaupun menurutnya, bisa saja para calon berkelit itu hanya uang transport. Tetapi secara kasat mata mau tidak mau harus diakui itu termasuk politik uang.
“Saya bukan ahli politik, pendapat saya ini hanya pendapat orang awam. Dan saya kira secara tak langsung itu salah satu bentuk politik uang yang tak seharusnya dilakukan” kata Jumaili di rumahnya.
Sementara itu, politisi PKS asal desa durian Suhaili, M. Si berpedapat lain, menurutnya, dalam politik ada istilah ongkos politik (Politic Cost) dan politik uang (Money Politic). Sehingga ia menganggap, bagi-bagi uang yang dilakukan para bakal calon beberapa waktu lalu itu masih bisa dianggap ongkos politik bukan politik uang.
Menurutnya, yang dimaksudkan politik uang itu, uang yang nyata-nyata diberikan kepada pemilih supaya mau memilih salah satu calon tertentu.
“Nah uang yang digunakan untuk mendanai kampanye, membuat spanduk dan berbagai kegiatan yang mendukung kampanye, saya kira itu termasuk ongkos politik” Katanya. []
H. Abdul Karim yang mengadakan pertemuan di Yayasan Pondok Pesantren Sirajul Huda Paok Dandak mengajak masyarakat untuk melaksanakan pemilihan kepala desa secara damai. Ia juga menyampaikan visi-misinya, akan memberdayakan petani yang jumlahnya 90 persen di desa durian. Selain petani, ia juga berjani akan mempotensikan pemuda yang saat ini banyak menganggur di desa Durian.
Senada dengan H. Karim, H. L. Wirame yang mengundang warga di rumahnya di dusun Bangka Desa Durian mengatakan akan berupaya mensejahterakan petani dan buruh di desa durian. Menurutnya, karena mayoritas masyarakat durian adalah petani, maka yang harus disejahterakan terlebih dahulu adalah para petani.
Sementara itu, satu bakal calon yang lain, Sudarman, SP. Belum menampakkan langkah-langkah politiknya.
Ditemui di rumahnya, Sudarman mengatakan, dirinya tak memiliki uang untuk mengadakan pertemuan-pertemuan besar seperti dua saingannya.
“Saya cukup jalan dari rumah ke rumah saja” katanya.
Isu Politik Uang
Mengiringi wacana pilkades desa durian, Isu politik uang juga mulai mencuat ke permukaan. Hal ini dikarenakan, beberapa waktu lalu, dua calon masing-masing H.L Wirame dan H. Abdul karim membagi-bagikan uang kepada ratusan warga yang datang.
Menanggapi hal tersebut, salah seorang pemuda desa durian Ahmad Jumaili mengatakan, adanya bagi-bagi uang tersebut memang secara tidak langsung mengindikasikan adanya politik uang. Walaupun menurutnya, bisa saja para calon berkelit itu hanya uang transport. Tetapi secara kasat mata mau tidak mau harus diakui itu termasuk politik uang.
“Saya bukan ahli politik, pendapat saya ini hanya pendapat orang awam. Dan saya kira secara tak langsung itu salah satu bentuk politik uang yang tak seharusnya dilakukan” kata Jumaili di rumahnya.
Sementara itu, politisi PKS asal desa durian Suhaili, M. Si berpedapat lain, menurutnya, dalam politik ada istilah ongkos politik (Politic Cost) dan politik uang (Money Politic). Sehingga ia menganggap, bagi-bagi uang yang dilakukan para bakal calon beberapa waktu lalu itu masih bisa dianggap ongkos politik bukan politik uang.
Menurutnya, yang dimaksudkan politik uang itu, uang yang nyata-nyata diberikan kepada pemilih supaya mau memilih salah satu calon tertentu.
“Nah uang yang digunakan untuk mendanai kampanye, membuat spanduk dan berbagai kegiatan yang mendukung kampanye, saya kira itu termasuk ongkos politik” Katanya. []