"Kami menolak, karena yang ingin kami hadirkan itu Bupati, bukan yang lain” Tegas Suhaimi, SH Ketua Pansud Covid-19 DPRD Loteng beberapa saat setelah Wabup dan Sekda keluar ruangan Pansus.
Dikatakannya, kebijakan tertinggi terkait kebijakan dan pilihan kebijakan penanganan Covid-19 di Lombok Tengah ada di Bupati, sehingga siapapun, termasuk Wakil Bupati dan Sekda, tidak bisa ujug-ujug datang mewakili Bupati.
“Tadi kami katakan dengan baik-baik ke pak Wabup dan pak Sekda bahwa Pansus hanya ingin menerima penjelasan dari Bupati Suhaili, FT bukan dari mereka“ Ungkapnya.
Untuk itu, Pansus Covid-19 DPRD Loteng akan menjadwalkan ulang menghadirkan Bupati H. Suhaili, FT terkait Covid-19 ini pada Rabu, 13 Agustus 2020 mendatang. Adapun detail teknis seperti tempat dan waktu nanti akan dikomunikasikan antara Pimpinan DPRD Loteng dengan Pihak Bupati.
“Barusan beliau (Bupati. Red) telpon saya, minta dijadwalkan Rabu pagi.” Ungkapnya.
Terkait point apa yang sangat dibutuhkan Pansus terkait Anggaran Covid-19 sehingga tak bisa diwakilkan siapapun termasuk Wabup dan Sekda, Politisi PDIP ini memberikan bocoran. Pertama, adalah soal kebijakan Bupati soal refocusing anggaran. Dimana terdapat nomenlatur anggaran yang direfocusing, sementara disaat yang sama ada nomenklatur yang tidak mengalami refocusing seperti pembayaran cicilan hutang ke PT. SMI senilai 20 Miliar untuk pasar jelojok dan 42 Miliar untuk pembangunam kantor Bupati.
“Pertanyaan Pansus Sederhana, kenapa dalam keadaan darurat bencana non alam seperti ini, Pemkab Loteng justru lebih memilih bayar hutang, daripada menggunakan uang yang sudah ada untuk penanganan Covid-19" Ungkap Suhaimi.
Hal kedua, terkait kebijakan pengadaan dua juta masker yang diadakan secara tidak proporsional dan tidak logis. Pengadaan masker tersebut dilakukan disaat masyarakat sudah tidak susah lagi mengakses masker.
“Kebijakan pengadaan masker ini dilakukan disaat masker sudah seperti kacang goreng. Masyarakat mudah mengaksesnya karena hampir semua desa, organisasi masyarakat, relawan bahkan Partai Politik membagi-bagikan masker gratis,” Tandasnya.
Disamping itu, kejanggalan lain, pengadaan dua juta masker tidak proporsioonal jika melihat kenyataan bahwa jumlah masyarakat Lombok tengah tidak sampau dua juta.
“Dari mana angka 2 juta itu muncul, padahal jumlah penduduk Loteng itu sekitar 1 Juta 400 ribuan. Artinya 60 ribu warga loteng akan dibiarkan tidak bermasker atau dibiarkan mati. Ini aneh” Tambahnya.
Temuan lain yang akan di konfirmasi ke Bupati adalah Jaringan Pengaman Sosial (JPS ) yang mengalami perubahan dari jumlah 600 ribu menjadi 300 ribu dan kemudian sasarannya diperbanya.
“Jumlah JPS yang diberikan dan penerima manfaatnya berubah-ubah, kenapa bisa begitu, jangan sampai kebijakan ini ada kaitannya dengan Pilkada, bahaya kan?” Tandasnya.
Berikutnya kata Suhaimi, untuk anggaran kesehatan termasuk penanganan dan perawatan pasien Covid-19, pemerintah pusat telah menyediakannya melalui APBN dan bisa diklaim oleh Pemerintah daerah. Namun rupanya, pemkab Loteng hanya pernah mengklaim 3,8 miliar sementara untuk anggaran penanganan dan perawatan pasien yang justru tidak diklaim padahal jumlahnya jauh lebih besar.
Saat ditanya kemungkinan Bupati tetap tidak mau hadir saat pemanggilan kedua nanti? Suhaimi menegaskan akan menggelar rapat internal pansus dan membuat laporan dan akan dibawa ke rapat Paripurna Dewan.
"Di Paripurna nanti kami akan sampaikan laporannya secara detail, setelah itu DPRD Loteng bisa mengambil sikap.” Pungkasnya. []