“Kita (Gusdurian) merasa satu visi dengan dua media itu (NU Online dan Islamidotco), tapi lomba ini terbuka untuk umum,” kata Sarjoko, melalui pesan singkat, pada Selasa (18/8). Ia menyebutkan bahwa Gus Dur selama hidupnya dikenal sebagai tokoh kemanusiaan yang kerap menampilkan wajah Islam yang merangkul, bukan memukul. Islam yang dipahami Gus Dur bisa beradaptasi dengan berbagai budaya lokal, sehingga muncul gagasan pribumisasi Islam yang menekankan, bahwa realitas berislam memiliki corak yang unik.
“Keunikan tersebut bisa ditemukan dalam berbagai ritual non-ibadah dan seni arsitektur. Antara satu suku dengan suku lain bisa memiliki tradisi yang berbeda, tapi sama-sama menyematkan bahwa itu adalah budaya Islam,” sebut Sarjoko. Selain itu, ia melanjutkan hingga saat ini ada Sebagian umat yang melihat relasi antara laki-laki dan perempuan yang begitu timpang. Hubungan keduanya memiliki relasi kuasa yang membuat perempuan berada dalam posisi subordinat. “Beberapa orang melegitimasi berbagai kekerasan dengan dalil agama, sehingga mengesankan Islam begitu pemarah terhadap perempuan. Nah, lomba ini berupaya untuk menggali berbagai cerita dan gagasan terkait dengan Islam ramah, terutama mengenai gagasan Gus Dur,” lanjut Sarjoko. Oleh karena itu, di tengah banyaknya kabar terjadinya pemberangusan tradisi dan praktik intoleransi, Sarjoko menyebut bahwa cerita baik perlu terus disuarakan dan dilipatgandakan.
Selain usia yang dibatasi dari 18 hingga 35 tahun, Jaringan Gusdurian juga menetapkan syarat yang lain. Beberapa diantaranya adalah esai ditulis dengan santai dan tidak kaku seperti makalah. Kemudian, esai yang diikutsertakan dalam lomba harus tulisan yang belum pernah diterbitkan di media mana pun.
Dari tema yang diangkat ‘Kita Butuh Islam Ramah, Bukan Islam Marah’, terdapat enam dimensi yang bisa digali untuk dijadikan sebagai bahan tulisan. Yakni demokrasi dan kewargaan, pribumisasi Islam, toleransi, keadilan gender, ekonomi kerakyatan, serta lingkungan dan perubahan iklim.
Tak hanya itu, syarat yang lain adalah esai ditulis di file Microsoft Word dengan spasi 1,5 dan margin 4, 3, 4, 3. Sedangkan panjang tulisan minimal 700 dan maksimal 1000 kata. Tulisan tersebut dikirim melalui form tinyurl.com/esaigusdur2020, dengan jangka waktu 17 Agustus hingga 17 September 2020, dan pemenang akan diumumkan pada 17 Oktober 2020.
Beberapa hadiah telah disiapkan untuk para pemenang. Juara pertama akan mendapatkan paket buku dan suvenir senilai Rp1.000.000. Juara kedua bakal memperoleh hadiah berupa paket buku dan suvenir senilai Rp750.000. Juara ketiga, paket buku dan suvenir senilai Rp500.000. Juara keempat, paket buku dan suvenir senilai Rp250.000.
Sepuluh esai terbaik akan dimuat di gusdurian.net, Islamidotco, dan NU Online. Sedangkan 30 esai terbaik berkesempatan diterbitkan dalam bentuk buku antologi. Namun demikian, terdapat beberapa ketentuan pemenang yang harus diperhatikan.
Pertama, keputusan tim juri tidak bisa diganggu gugat. Adapun yang menjadi juri dan kurator dalam lomba menulis esai ini adalah Direktur NU Online dan Islamidotco Savic Ali, Redaktur Pelaksana NU Online Mahbib Khoiron, Managing Editor Islamidotco Dedik Priyanto, Tim Kampanye Gusdurian Kalis Mardiasih, Redaktur Pelaksana gusdurian.net Mohammad Pandu, dan Founder Penerbit Gading Hairus Salim.
Kedua, aspek yang dinilai adalah kesesuaian dengan tema, kedalaman gagasan, dan gaya penulisan. Ketiga, apabila esai terbukti plagiat atau pernah diterbitkan, maka akan didiskualifikasi. Keempat, jika esai pemenang terbukti plagiat dan pernah diterbitkan, maka akan dibatalkan sebagai pemenang. Kelima, pemenang akan menerima hadiah maksimal 14 hari setelah pengumuman pada 17 Oktober 2020.
SUMBER : NU ONLINE