Tabayyunews.com - Pengaruh TGH.Saleh Hambali, Bengkel masih terasa sampai hari ini dikalangan pimpinan pesantren dan tuan guru di Lombok. Walau Tuan Guru Bengkel sudah meninggal dunia puluhan tahun silam, pengaruh dan kharismanya masih melekat dihati sebagian tuan guru yang memiliki garis keilmuan dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di pulau Lombok. Salah satunya ketika saya menyebut nama beliau kepada TGH.Abdul Azim, Pimpinan Ponpes Hidayatul Islamiah (HI) Bagek Nyaka, Aikmel Lombok Timur.
“Kalau mendengar nama Tuan Guru Saleh Hambali, badan saya langsung merinding. Namanya rasanya dekat sekali dihati ini” kata TGH.Abdul Azim sambil mendekatkan tangan kanannya didepan dadanya.
Hal itu beliau katakan kepada saya dan Ust.Zamzami Azwar, cucunya ketika saya menyebut nama Syuriah Nahdaltul Ulama (NU) Lombok kedua itu, Senin (22/5) siang dirumah beliau usai menghadiri acara Tasyakuran Santri Menyambut Ramadhan, Pelepasan Santri MA dan Haul ke-9 almarhum TGH.Muchsinin Bagak Nyaka.
“Saya tidak pernah bertemu langsung dengan beliau, hanya pernah melihat fotonya saja” katanya.
Ungkapan beliau itu menunjukkan besarnya pengaruh TGH.Saleh Hambali kepada para tuan guru di Lombok. Pengakuan itu juga menegaskan garis keilmuan dans sikap hormat (takzim) seorang murid yang tidak pernah putus walau sang guru telah puluhan tahun meninggal dunia.
Bagi kalangan pesantren, pengakuan seperti itu tidak terlalu mengagetkan, karena saya percaya bahwa orang-orang alim, orang-orang yang kuwalitas ibadahnya tidak sama dengan kita orang kebanyakan memiliki kedekatan personal antar mereka meski tidak bertemu secara fisik. Termasuk dengan orang yang sudah meninggal dunia. Fisik boleh terkubur dan hancur tapi jiwa (roh) bisa terhubung secara batin dengan orang yang masih hidup. Memang hal itu susah dijelaskan secara rasional karena terbatasnya akal, ilmu dan amal kita. Namun bagi orang yang mendalami dan mempelajari hal itu akan percaya dan yakin akan hal itu.
Beliau lalu bercerita, bagaimana ayahandanya Almarhum TGH.Muchsinin yang dulu berguru kepada TGH.Badarudin, Masbagek. Saat itu belum ada kendaraan bermotor seperti sekarang. Agar bisa mengaji, beliau jalan kaki bolak-balek dari Aikmel-Masbagek.
“Saking sakitnya (susahnya hidup) saat itu, mereka sampai terpaksa memetik kelapa muda dan tebu milik orang Anjani untuk mengisi perutnya karena kelaparan setelah mengaji” cerita beliau.
TGH.Badarudin sendiri merupakan muridnya TGH.Umar Kelayu–salah seorang gurunya para tuan guru di pulau Lombok. Salah seorang murid TGH.Umar Kelayu di Lombok Barat yang mashur adalah TGH.Saleh Hambali, Bengkel. Jadi TGH.Muchsinin masih memiliki nasab dan jaringan keilmuan dengan TGH.Umar dan TGH.Saleh Hambali melalui TGH.Badar.
Dalam buku,“Pemikiran Islam Lokal TGH.M.Shaleh Hambali Bengkel” karya Dr.H.Adi Fadli disebutkan selaku muridnya, TGH.Saleh Hambali sempat mengedit dan menerbitkan kitab “Al Lukluil Masyur” karangan gurunya, TGH.Umar Kelayu. Kitab itu pula yang dihadiahkan kepada Wakil Presiden RI, Muhammad Hatta yang berkunjung ke Ponpes Darul Qur’an, Bengkel pada 14 April 1952.
Hatta sendiri datang ke Bengkel dua tahun setelah kedatangan Presiden, Sukarno tahun 1950. Saat itu TGH.Saleh Hambali sempat memberikan tongkat kepada sang presiden RI sebagai kenang-kenangan. Dan salah satu murid datok TGH.Saleh Hambali yang masih hidup saat ini, TGH.Lalu Turmuzi Badarudin, Bagu – salah seorang Muhtasyar PBNU.
Banyak hal yang beliau ajarkan, pesan dan ingatkan kepada saya dibawah pohon nangka yang rindang itu sampai menjelang mata hari tenggelam diupuk barat. Kalau saya ketegorikan pesan-pesan itu sebagai ‘ilmu dalam’ dan ‘ilmu luar’ yang kurang pas untuk diceritakan semua. Cukup untuk renungan dan bahan introspeksi diri sendiri agar menjadi pribadi yang selalu (ingat) ridho dengan qadak-qodar Allah Subha Nahu Wataala.
Do’a saya kepada beliau, semoga selalu dikaruniai kesehatan, panjang umur bersama seluruh keluarganya sebagai penjaga benteng kultural agama Islam yang menjadi pegangan warga nahdiyin di Lombok Timur. []
Aikmel, (23/5) 2017
Oleh: Yusuf Tantowi
“Kalau mendengar nama Tuan Guru Saleh Hambali, badan saya langsung merinding. Namanya rasanya dekat sekali dihati ini” kata TGH.Abdul Azim sambil mendekatkan tangan kanannya didepan dadanya.
Hal itu beliau katakan kepada saya dan Ust.Zamzami Azwar, cucunya ketika saya menyebut nama Syuriah Nahdaltul Ulama (NU) Lombok kedua itu, Senin (22/5) siang dirumah beliau usai menghadiri acara Tasyakuran Santri Menyambut Ramadhan, Pelepasan Santri MA dan Haul ke-9 almarhum TGH.Muchsinin Bagak Nyaka.
“Saya tidak pernah bertemu langsung dengan beliau, hanya pernah melihat fotonya saja” katanya.
Ungkapan beliau itu menunjukkan besarnya pengaruh TGH.Saleh Hambali kepada para tuan guru di Lombok. Pengakuan itu juga menegaskan garis keilmuan dans sikap hormat (takzim) seorang murid yang tidak pernah putus walau sang guru telah puluhan tahun meninggal dunia.
Bagi kalangan pesantren, pengakuan seperti itu tidak terlalu mengagetkan, karena saya percaya bahwa orang-orang alim, orang-orang yang kuwalitas ibadahnya tidak sama dengan kita orang kebanyakan memiliki kedekatan personal antar mereka meski tidak bertemu secara fisik. Termasuk dengan orang yang sudah meninggal dunia. Fisik boleh terkubur dan hancur tapi jiwa (roh) bisa terhubung secara batin dengan orang yang masih hidup. Memang hal itu susah dijelaskan secara rasional karena terbatasnya akal, ilmu dan amal kita. Namun bagi orang yang mendalami dan mempelajari hal itu akan percaya dan yakin akan hal itu.
Beliau lalu bercerita, bagaimana ayahandanya Almarhum TGH.Muchsinin yang dulu berguru kepada TGH.Badarudin, Masbagek. Saat itu belum ada kendaraan bermotor seperti sekarang. Agar bisa mengaji, beliau jalan kaki bolak-balek dari Aikmel-Masbagek.
“Saking sakitnya (susahnya hidup) saat itu, mereka sampai terpaksa memetik kelapa muda dan tebu milik orang Anjani untuk mengisi perutnya karena kelaparan setelah mengaji” cerita beliau.
TGH.Badarudin sendiri merupakan muridnya TGH.Umar Kelayu–salah seorang gurunya para tuan guru di pulau Lombok. Salah seorang murid TGH.Umar Kelayu di Lombok Barat yang mashur adalah TGH.Saleh Hambali, Bengkel. Jadi TGH.Muchsinin masih memiliki nasab dan jaringan keilmuan dengan TGH.Umar dan TGH.Saleh Hambali melalui TGH.Badar.
Dalam buku,“Pemikiran Islam Lokal TGH.M.Shaleh Hambali Bengkel” karya Dr.H.Adi Fadli disebutkan selaku muridnya, TGH.Saleh Hambali sempat mengedit dan menerbitkan kitab “Al Lukluil Masyur” karangan gurunya, TGH.Umar Kelayu. Kitab itu pula yang dihadiahkan kepada Wakil Presiden RI, Muhammad Hatta yang berkunjung ke Ponpes Darul Qur’an, Bengkel pada 14 April 1952.
Hatta sendiri datang ke Bengkel dua tahun setelah kedatangan Presiden, Sukarno tahun 1950. Saat itu TGH.Saleh Hambali sempat memberikan tongkat kepada sang presiden RI sebagai kenang-kenangan. Dan salah satu murid datok TGH.Saleh Hambali yang masih hidup saat ini, TGH.Lalu Turmuzi Badarudin, Bagu – salah seorang Muhtasyar PBNU.
Banyak hal yang beliau ajarkan, pesan dan ingatkan kepada saya dibawah pohon nangka yang rindang itu sampai menjelang mata hari tenggelam diupuk barat. Kalau saya ketegorikan pesan-pesan itu sebagai ‘ilmu dalam’ dan ‘ilmu luar’ yang kurang pas untuk diceritakan semua. Cukup untuk renungan dan bahan introspeksi diri sendiri agar menjadi pribadi yang selalu (ingat) ridho dengan qadak-qodar Allah Subha Nahu Wataala.
Do’a saya kepada beliau, semoga selalu dikaruniai kesehatan, panjang umur bersama seluruh keluarganya sebagai penjaga benteng kultural agama Islam yang menjadi pegangan warga nahdiyin di Lombok Timur. []
Aikmel, (23/5) 2017
Oleh: Yusuf Tantowi